Labels

Thursday, 2 November 2017

Mulutmu Harimaumu



Sebuah peribahasa yang sering kita dengar, kita baca waktu pelajaran bahasa indonesia di sekolah dasar. Sangat singkat,padat dan efeknya sangat kuat. namun, masih ada saja orang yang tidak mengindahkannya. Peribahasa tersebut mempunyai arti untuk waspada terhadap mulut sendiri. Bila tidak hati hati, salah-salah yang keluar dari mulut justru menjadi bumerang bagi diri sendiri.

Dalam dua tahun belakangan, ada banyak pelajaran dari public figure yang tepat menggambarkan peribahasa diatas. Pertama adalah kasus yang terkait gubernur jakarta Ahok, dan yang kedua adalah “terpeleset” lidahnya Sekjen Ban-Ki-Moon tentang wilayah sahara barat. Untuk yang pertama saya tidak ingin memperpanjang apalagi memperlebarnya karena saya kira kita semua sudah faham akan hal tersebut.

Untuk hal yang kedua, kasusnya hampir mirip dengan ahok. Kemiripan tersebut terletak pada efek yang ada setelah “perkataan” itu muncul. Saat itu, orang nomer satu PBB sedang mengadakan kunjungan kerja ke Al-Jazair. Dalam kunjungannya, Ban-Ki-Moon mengatakan bahwa wilayah sahara barat adalah daerah “sah”nya Al-Jazair. Tak pelak, pernyataannya membuat rakyat Maroko marah.

Sunday, 15 October 2017

Kelas Maqashid Syariah


Belajar di kelas pascasarjana jurusan maqasid syariah merupakan kebahagiaan tersendiri. Bagaimana tidak ? kelas ini mencoba mencetak para mahasiswanya untuk “ berpikir dan membaca “ keinginan Allah Swt membuat hukum kepada manusia . Secara sekilas, kesan membaca keinginan Allah Swt ini memang terlalu “berani”. Apalagi kita kemudian meringkas tujuan itu menjadi lima saja. Terlalu sedikit !

Kesan berani membaca dan memikirkan keinginan Allah Swt ini bukanlah hal yang baru, banyak pula ilmu lain yang berani menafsirkan firman-Nya, membahas sifat-Nya, sampai kepada menurunkan hukum dari firman-Nya. Padahal, akal merupakan alat terbatas yang dipastikan tidak akan bisa membaca persis seperti keinginan atau firman-Nya. Ibarat kata, sebuah kursi kayu sulitlah ia untuk membaca rencana pembuatnya.

Disini, kami tidak meletakkan akal manusia sebagai alat yang sudah usang dan tidak berguna lagi, karena hal tersebut akan bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran yang berbunyi “afala ta’qilun, afala tatafakkarun “ dll. Apa kalian tidak punya akal ? apa kalian tidak berfikir ?

Sunday, 1 October 2017

Imam Syatibi belum pernah Haji

Berangkat haji dan tidaknya seorang ulama merupakan hal yang tidak menjadi prioritas para akademisi. mengingat rukun islam yang terakhir ini tidak menambah kuatnya sebuah argumentasi. namun, entah kenapa tema ini menjadi ' seksi ' dibahas dalam kelas saya kemaren hari.

Perdebatan tersebut muncul ketika salah seorang teman kami mengatakan bahwa Imam syatibi telah mengutip ( lebih keras lagi -plagiat ) beberapa pemikiran Ibnu Taymiyyah dalam kitab Ushul Fiqh-nya. anehnya, beliau tidak satupun mengutip nama syaikhul islam dalam karangan fonumenalnya tersebut. padahal , sebagai seorang akademisi tentunya harus jujur dalam mengutip sebuah pemikiran beserta tokohnya.

Setelah melalui perdebatan panjang antar kawan-kawan arab ,kami menemukan sebuah perbedaan jarak yang jauh antara keduanya yaitu Imam Syatibi (w. 790 H) dan Ibnu Taymiyyah (w. 728 H). lantas para teman-teman pun ragu-ragu, apakah beliau pernah ke timur islam ??

Timur islam adalah sebuah sebutan kami para orang maghrib kepada daerah yang wilayahnya mulai mesir ke timur ( Mesir, Syam , Iraq, Saudi dan Yemen ).

Thursday, 10 August 2017

Pembakaran kitab Ihya Ulumuddin Dinasti Murabitin (Spanyol-Maroko)


Tindakan membakar buku-buku pemikiran merupakan lagu lama. lagu lama yang terus menerus diputar oleh penguasa dahulu demi mempertahankan merdunya kekuasaan. padahal , tindakan membakar dan melarang buku pemikiran merupakan kejahatan yang sangat fatal dan tidak segaris dengan wacana " mencerdaskan anak bangsa".

kasus pembakaran sering terjadi sejak zaman dahulu sampai sekarang. untuk yang terakhir, kita mengetahui banyak buku-buku karya ulama tertentu dilarang beredar dalam suatu tempat. motif utama dan yang paling kuat adalah politik. contoh kasus yang teraktual adalah pelarangan beredarnya buku karya Dr. Qardhawi di Arab Saudi. atau pembakaran buku -buku "kiri" di Indonesia.

Untuk kasus zaman dahulu adalah pembakaran kitab ihya ulumuddin karya Imam Ghazali. perintah pembakaran ini terjadi pada masa dinasti Murabitin ( Spanyol- Maroko ) pada masa raja Yusuf bin Ali tepatnya pada tahun 503 H . perintah ini hadir akibat ketakutan-ketakutan isi buku yang bisa bereaksi dengan membangkitkan ancaman terhadap kesatuan akidah dan madzhab negara. maka dari itu, Mufti Cordoba Muhammad bin Ali Hamdin mengeluarkan fatwa untuk mengumpulkan karya Imam Ghazali dan membakarnya saat itu juga. karena ini menyangkut pertahanan negara dari ancaman arus pemikiran timur islam.

Wednesday, 14 June 2017

Biografi Syech Abdurrahim Naboulsi - Maroko

 Magribil Aqsha atau Maroko adalah sebuah kerajaan kecil yang terletak di daerah Afrika bagian utara. Kerajaan ini sampai sekarang di pimpin oleh dinasti Alawiyyin. Dari namanya, kita bisa tahu bahwa dinasti ini merupakan keturunan yang sambung langsung ke Rasulullah SAW melalui Sayyid Hasan RA. Raja sekarang bernama Muhammad VI Alhasani. Beda maroko beda yaman, bila anda pergi ke yaman akan menjadi sangat mudah mengenali keturunan Rasulullah SAW dengan tambahan nama “ Habib / Sayyid “ didepannya. Tapi ,bila  anda di maroko akan sangat sulit untuk mengetahui bahwa orang tersebut syarif/ syarifah. Kenapa ?? hal tersebut tidak lain karena mereka lebih mengikuti jadd-nya Sayyidina Hasan RA yang lebih mengasingkan diri dari politik dan memilih hidup melebur dalam masyarakat .

Hal ini juga membuat penulis seringkali menemukan para ulama maroko sekarang ternyata nasab dan sanadnya bersambung kepada Rasulullah SAW. Jasadiyyan wa ruhiyyan (lahir batin). Dan banyak sekali ulama Indonesia yang berguru dan mendapatkan sanad dari ualama-ulama maroko ini. Sebagai contoh Sayyid Muhammad Alawi Al-Maliki Al-Hasani Rahimahullah adalah salah satu ulama Mekkah keturunan asli Maroko. Kakeknya beliau , Sayyid Abbas merupakan ulama yang hijrah dari maroko ke mekkah. Madzhab beliau masih memakai madzhab Maliki walaupun beliau seringkali berfatwa dan mengajarkan kitab-kitab Syafii kepada santri Indonesia. Belum lagi keluarga Hadits Al-Ghumari ( Syech Bin Shiddiq Alghumari ), Al-Kattani ( Syech Abdurrahman Al-Kattani) dll.