Labels

Sunday 15 October 2017

Kelas Maqashid Syariah


Belajar di kelas pascasarjana jurusan maqasid syariah merupakan kebahagiaan tersendiri. Bagaimana tidak ? kelas ini mencoba mencetak para mahasiswanya untuk “ berpikir dan membaca “ keinginan Allah Swt membuat hukum kepada manusia . Secara sekilas, kesan membaca keinginan Allah Swt ini memang terlalu “berani”. Apalagi kita kemudian meringkas tujuan itu menjadi lima saja. Terlalu sedikit !

Kesan berani membaca dan memikirkan keinginan Allah Swt ini bukanlah hal yang baru, banyak pula ilmu lain yang berani menafsirkan firman-Nya, membahas sifat-Nya, sampai kepada menurunkan hukum dari firman-Nya. Padahal, akal merupakan alat terbatas yang dipastikan tidak akan bisa membaca persis seperti keinginan atau firman-Nya. Ibarat kata, sebuah kursi kayu sulitlah ia untuk membaca rencana pembuatnya.

Disini, kami tidak meletakkan akal manusia sebagai alat yang sudah usang dan tidak berguna lagi, karena hal tersebut akan bertentangan dengan ayat-ayat Al-Quran yang berbunyi “afala ta’qilun, afala tatafakkarun “ dll. Apa kalian tidak punya akal ? apa kalian tidak berfikir ?

Justru berangkat dari ayat tersebut, kami ingin mengatakan akal dan naql ( firman-Nya ) harus saling bersinergi demi menciptakan kemaslahatan si pemilik akal .

Salah satu hasil sinergi akal dan naql ( firman-Nya red. ) adalah ilmu yang mengatakan ringkasan tujuan Allah SWT membuat hukum kepada manusia menjadi lima. Lima tersebut berupa kewajiban untuk menjaga agamanya, menjaga jiwanya, menjaga akalnya, menjaga keturunannya, menjaga hartanya.

Dan ringkasan lima ini juga bukanlah barang baru, melainkan suatu ide yang muncul dari beliau Imam Juwayni Rahimahullah (478 H) dalam karyanya “ Al Burhan “ . yang kemudian diteruskan oleh muridnya Imam Ghazali, Imam Syatibi dan yang terakhir adalah Prof. Dr. Ahmad Raisuni.

Mohammedia
3 Oktober 2017
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment