Oleh : Fakih
Abdul Azis
Maroko adalah
kerajaan yang memiliki beragam suku dan budaya. Tercatat ada berbagai kabilah
yang berasal dari Arab, Amazigh , dan keturunan Yahudi. Keberagaman yang
ada dipersatukan lewat perjuangan bersama yaitu melawan penjajahan Spanyol dan Prancis.
Dalam sejarahnya, tidak ada perseteruan antara suku Yahudi Maroko dan Arab Islam. Justru mereka
saling bahu-membahu dalam membangun dan memerdekakan diri dari penjajahan.
Mengapa demikian ? karena mereka merasa Maroko adalah tumpah darah dan tanah
airnya. Sehingga bila ada orang asing yang datang dengan tujuan untuk
menguasai, mereka berjuang bersama demi mengusir penjajah. Spanyol contoh
pertama, pernah menjajah kota Essouira, Tanger dan Tetouan tapi tidak bertahan
lama. Prancis sebagai negara terakhir, pernah menguasai Casablanca, Rabat dan
Fez tapi hanya bertahan 35 tahun. Semua itu berkat persatuan.
Interaksi
antara suku Arab Islam dan Yahudi Maroko bukan hal yang baru. Yahudi datang ke Maroko
sejak abad ke 9 sebelum masehi. Mereka pindah atas kerjasama dagang antara raja
Nabi Sulaiman ( 960-922 SM ) dengan suku Finiqi penduduk asli[1]. Salah satu isi dari perjanjian kerjasama
tersebut adalah mengirim para budak-budak. Maka diutuslah para budak Yahudi
untuk menetap disana. Ditambah dengan peristiwa Kerajaan Yudea yang dihancurkan
oleh raja Nebukadnezar II dari Babilonia pada abad tahun 606 SM membuat
keturunan Yahudi semakin banyak yang hijrah dan menetap di Maroko [2].
Setelah
beberapa abad kemudian, Islam baru datang ke Maroko. Tepatnya pada saat Uqbah
bin Nafi’ pada tahun 647M ke kota Tanger dengan membawa pasukan kurang lebih
15.000 pasukan. Dari mereka, generasi Islam muncul dan berkembang pesat ke
seluruh penjuru Magrib Arabi. Dari mulai daerah Tanger sampai ke selatan
kawasan Souss-Massa. Berkat dakwahnya yang toleran, berbondong-bondonglah suku
Amazigh atau Barbar untuk masuk Islam. Salah satunya nanti menjadi pahlawan Islam
yang membebaskan Spanyol Thariq bin Ziyad[3].