Labels

Friday 12 January 2018

Namaku Kyai

Bagi orang indonesia, nama adalah doa. Doa yang merupakan harapan orang tua kepada anaknya agar sesuai arti dengan yang disandarkan. Jadi tidak heran , nama-nama orang indonesia -khususnya orang islam- selalu mempunyai arti yang menarik dan menggelitik. Menarik yang pertama dikarenakan kebanyakan nama orang indonesia panjang dan terdiri dari tarkib idhofi, mubtada-khabar,bahkan susunan fi’il amar. Menggelitik yang kedua disebabkan orang arab pasti akan tersenyum serta heran dengan arti dan makna yang termuat.

Dalam banyak kasus, teman orang arab saya pasti bertanya kenapa orang indonesia ketika memberikan nama anaknya selalu berbeda dan unik. Jawaban saya simpel, bahwa kalian dari zaman dahulu sampai sekarang tidak pernah piknik. Dengan artian, selalu tidak jauh-jauh dari Fatimah,Khadija, Hind, Muhammad, Ali, Abdullah, Abdul aziz, Hamza, Umar,Usman, dan sebagainya. Ya, dalam satu sisi mungkin baik , yaitu mengikuti nama Sahabat,Nabi dan Rasul. Namun disisi lain kan kasihan bagian pencatatan sipil ( muqotoah ) dalam men-sensus penduduk. Terlalu banyak nama yang sama antara anak,bapak, kakek, buyut sampai canggah. haha


Usut punya usut, nama orang arab zaman sekarang sebenarnya sudah mengalami transisi ke arah yang lebih baik. Dahulu kala, lebih tepatnya waktu zaman arab jahiliyah , mereka selalu menamakan anaknya dengan nama musuhnya. Tujuannya apa ? yaitu untuk memudahkan dan menguasai musuhnya tersebut. Memukulnya jika membangkang, mengusap dahinya jika menyayang. Maka tidak heran, nama-nama yang muncul selalu jelek dan tidak berarti seperti farazdaq ( remahan roti ) dan sebagainya.

Bahkan tidak jarang juga bisa kita jumpai dalam nama-nama imam yang terkenal. Seperti Imam Tsa’labi ( Musang ), Ibn Daqiqil ‘id ( pembuat tepung hari raya) , Ghazali ( pemintal wol ) , Hanafi ( kran air ) , Hanbal ( kecil, buncit ), Alhaddad ( pengrajin besi ) , Al Atas ( bersin ) , Abdullah ( Hamba Allah ) dan lain sebagainya. Mungkin, husnudhan saya semua itu hanya julukan marga yang bertujuan untuk mengingatkan bahwa manusia ini aslinya memang rendah di mata pencipta-Nya.

Berangkat dari latar belakang tersebut, banyak sekali orang arab maroko yang heran kepada saya pribadi ketika berkenalan. Baru salaman saja sudah sombong. Ya, Nama asli saya faqih, sebuah nama yang bagi orang arab maroko mempunyai konotasi lain. konotasi yang mengarah kepada orang yang menjadi imam atau khutbah di masjid. Lebih dalam lagi menjurus kepada mereka yang memimpin sebuah ma’had ta’lim atiq (pondok pesantren) alias Kyainya. Jadi, nama faqih di sini berarti kyai.

Ada suatu pengalaman menarik ketika pertama kali sowan ke beberapa masyayikh di talim atiq kawasan Souss- Agadir. Sejauh ini tempat yang pernah saya sowani ialah Ait baha, Ighdi, ataupun Rasmuka-Tiznit. Yang kami tangkap, wajah cerah beliau-beliau selalu terkejut. Terkejut dengan nama yang baru dan unik. Namun, pada akhirnya beliau-beliau mendoakan supaya kami bisa merealisasikan arti nama pemberian orang tua tersebut.

Pada akhirnya, William Shakespeare pernah mengatakan: "What's in a name? That which we call a rose by any other name would smell as sweet." ( Apalah arti sebuah nama? Andaikata kamu memberikan nama lain untuk bunga mawar, ia tetap akan berbau wangi). Secara tersirat, tidak penting arti namamu apa, yang terpenting adalah kandungan dirimu apa. berfungsi mengharumkan sekitarmu atau malahan membusukkan.

Casablanca
12 Januari 2018
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment