Tentang Alquran
Judul buku :
Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al Mishbah (Bab 4)
Karya :
Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
Penerbit :
Amzah, Jakarta
Tahun terbit :
April 2015
Dimensi buku :
23 cm x 15,5 cm
Jumlah halaman :
xxxii + 294 halaman
Resentator :
Muhammad Nurulloh
Semester/kelas :
2/A
Jurusan :
Perbankan Syari’ah
Fakultas :
Ekonomi dan Bisnis
Universitas :
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al Mishbah adalah buku yang mengupas tentang hubungan
antarsurat bahkan antarayat dalam Alquran. Buku ini disusun penulisnya dengan
tujuan menjelaskan cara yang dipakai oleh Quraish Shihab dalam mengungkap
hubungan antarsurat dan antarayat dalam Alquran.
Buku tersebut
mampu memberikan warna tersendiri bagi para pembaca tafsir Al Mishbah dalam
memahaminya. Contoh-contohnya sederhana dan mudah dipahami. Buku ini jelas
bukan satu-satunya yang membahas tentang munasabah dalam Alquran, namun jika
dibandingkan dengan beberapa buku lainnya, buku ini memiliki beberapa
kelebihan. Yaitu, pertama, bahasanya sederhana,mudah dipahami dan
memberikan contoh-contoh langsung dari Alquran.
Kedua, buku ini
mengkhususkan hanya pada tafsir Al Mishbah. Jadi dalam pemaparannya, buku ini
tidak akan keluar dari koridor tafsir Al Misbah. Perlu diketahui, bahwa tafsir
Al Misbah adalah tafsir Alquran yang mempunyai warna menarik dan khas karena
ke-Indonesia-an penulisnya. Jadi, buku ini tentu juga memberi warna khusus
karena ke-Indonesia-an sang penulis yang paham betul tentang Alquran dan tafsir
Al Mishbah.
Ketiga, dalam buku
ini, penulis membagi dalam lima bab penting yang berkenaan dengan tafsir Al
Mishbah. Bahkan dalam bab empat, secara khusus penulis menjelaskan dengan detil
contoh dan ragam munasabah dalam Alquran.
Buku ini terdiri
atas lima bab. Di bab satu penulis mencoba mengungkap masalah dasar munasabah.
Baik itu tentang pengertian munasabah, sejarah munasabah hingga perlu-tidaknya
munasabah. Berikutnya pada bab dua, penulis menceritakan sejarah tafsir Al
Mishbah dan Quraish Shihab. Bagaimana Quraish Shihab tumbuh dan berkembang
hingga mampu menafsirkan Alquran yang tertuang dalam tafsir Al Mishbah.
Selanjutnya pada bab tiga penulis memberikan sedikit bocoran tentang bagian
penting dalam munasabah. Pada bab ini, penulis menjelaskan metode dan model
serta ragam munasabah dalam Alquran.
Bagaimana
dengan bab empat? Bab ini tentang memahami dan mengkaji penerapan munasabah
Alquran dalam tafsir Al Mishbah yang terdiri atas dua bagian penting, yaitu
munasabah antarayat dan munasabah antarsurat.
Ambil contoh
surat Al Fatihah. Surat pertama ini
terdiri atas tujuh ayat yang jika dilihat
dari kacamata orang awam dengan tafsir tentu akan menangkap bahwa tujuh ayat
dalam surat Al Fatihah tidak berkesinambungan. Dari ayat pertama hingga ayat
keempat menyinggung tentang kebesaran Allah subhanahu wata’ala. Ayat
pertama berbicara tentang Allah sang Maha Pengasih Maha Penyayang. Ayat kedua
menjelaskan bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam. Dilanjutkan dengan ayat
ketiga, yaitu penyebutan akan ke-Maha Pengasih dan Maha Penyayang-an Allah.
Ayat ketiga ini untuk menangkis prasangka bahwa Allah itu berkuasa dan bersifat
otoriter. Mengapa demikian? Karena dalam ayat kedua Allah berfirman yang
artinya ‘Tuhan semesta alam’. Tak terbayangkan betapa berkuasa Allah
terhadap alam ini. Oleh karena itulah Allah membuang segala prasangka tersebut
dengan firman-Nya yang artinya ‘Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang’ (tanpa
kata sambung ‘lagi’).
Berlanjut ke
ayat keempat yang artinya ‘Yang menguasai hari pembalasan’. Untuk apakah
penyebutan ‘hari pembalasan’ dalam ayat ini? Jawabannya adalah untuk
penyeimbang dalam ayat kedua yang menyebutkan ‘semesta alam’, bahwa ada
alam lain setelah alam dunia ini. Artinya, ayat ini sebagai pengingat bahwa
kita hidup melalui beberapa fase alam. Fase alam tersebut tidak hanya berupa
alam dunia yang kita huni sekarang, namun ada ‘hari pembalasan’, hari
setelah alam dunia ini hancur.
Sampai di sini
kita masih bisa melihat kesinambungan (munasabah) antarayat. Lantas kenapa bunyi
ayat selanjutnya terkesan tidak sinkron? Manusia sebagai ‘abd di dunia,
dalam rangka tujuannya untuk menghadapi ‘hari pembalasan’ tentu mustahil
jika hanya mengandalkan daya dan upayanya sendiri. Segala hal yang diperbuat
oleh manusia merupakan kehendak Allah. Maka sudah sepantasnya dalam menghadapi ‘hari
pembalasan’ manusia menyembah dan
memohon pertolongan kepada-Nya, ‘Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya
kepada-Mu kami memohon pertolongan’.
Apakah hanya
cukup dengan menyembah dan memohon pertolongan? Tentu tidak. Karena di akhir
surat, Allah memberikan petunjuk kepada manusia untuk berdoa kepada-Nya, ‘Tuntunlah
kami menuju jalan yang benar’.
Subhanallah!
Sungguh indah apabila kita mampu
menyingkap hubungan (munasabah) dalam Alquran. Di atas hanyalah sekelumit
tentang satu surat dari seratus empat belas surat. Pun itu hanya menyebutkan
munasabah antar ayat. Belum lagi munasabah antarkalimat yang terkandung dalam
setiap ayatnya. Subhanallah! Sungguh mukjizat Alquran akan tampak jika kita
mampu memahaminya.
Akhirnya,
penulis dalam buku Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al Mishbah
menyimpulkan metode umum yang digunakan Quraish Shihab dalam menampilkan
munasabah antarayat hingga antarsurat dalam tafsirnya, Al Mishbah.