Labels

Monday 30 May 2016

Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al Mishbah

Tentang Alquran
 
Judul buku                  : Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al Mishbah (Bab 4)
Karya                          : Dr. Hasani Ahmad Said, M.A.
Penerbit                       : Amzah, Jakarta
Tahun terbit                : April 2015
Dimensi buku              : 23 cm x 15,5 cm
Jumlah halaman          : xxxii + 294 halaman
Resentator                   : Muhammad Nurulloh
Semester/kelas                         : 2/A
Jurusan                        : Perbankan Syari’ah
Fakultas                       : Ekonomi dan Bisnis
Universitas                  : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al Mishbah adalah buku yang mengupas tentang hubungan antarsurat bahkan antarayat dalam Alquran. Buku ini disusun penulisnya dengan tujuan menjelaskan cara yang dipakai oleh Quraish Shihab dalam mengungkap hubungan antarsurat dan antarayat dalam Alquran.
Buku tersebut mampu memberikan warna tersendiri bagi para pembaca tafsir Al Mishbah dalam memahaminya. Contoh-contohnya sederhana dan mudah dipahami. Buku ini jelas bukan satu-satunya yang membahas tentang munasabah dalam Alquran, namun jika dibandingkan dengan beberapa buku lainnya, buku ini memiliki beberapa kelebihan. Yaitu, pertama, bahasanya sederhana,mudah dipahami dan memberikan contoh-contoh langsung dari Alquran.
Kedua, buku ini mengkhususkan hanya pada tafsir Al Mishbah. Jadi dalam pemaparannya, buku ini tidak akan keluar dari koridor tafsir Al Misbah. Perlu diketahui, bahwa tafsir Al Misbah adalah tafsir Alquran yang mempunyai warna menarik dan khas karena ke-Indonesia-an penulisnya. Jadi, buku ini tentu juga memberi warna khusus karena ke-Indonesia-an sang penulis yang paham betul tentang Alquran dan tafsir Al Mishbah.
Ketiga, dalam buku ini, penulis membagi dalam lima bab penting yang berkenaan dengan tafsir Al Mishbah. Bahkan dalam bab empat, secara khusus penulis menjelaskan dengan detil contoh dan ragam munasabah dalam Alquran.
Buku ini terdiri atas lima bab. Di bab satu penulis mencoba mengungkap masalah dasar munasabah. Baik itu tentang pengertian munasabah, sejarah munasabah hingga perlu-tidaknya munasabah. Berikutnya pada bab dua, penulis menceritakan sejarah tafsir Al Mishbah dan Quraish Shihab. Bagaimana Quraish Shihab tumbuh dan berkembang hingga mampu menafsirkan Alquran yang tertuang dalam tafsir Al Mishbah. Selanjutnya pada bab tiga penulis memberikan sedikit bocoran tentang bagian penting dalam munasabah. Pada bab ini, penulis menjelaskan metode dan model serta ragam munasabah dalam Alquran.
Bagaimana dengan bab empat? Bab ini tentang memahami dan mengkaji penerapan munasabah Alquran dalam tafsir Al Mishbah yang terdiri atas dua bagian penting, yaitu munasabah antarayat dan munasabah antarsurat.
Ambil contoh surat Al Fatihah. Surat pertama ini
terdiri atas tujuh ayat yang jika dilihat dari kacamata orang awam dengan tafsir tentu akan menangkap bahwa tujuh ayat dalam surat Al Fatihah tidak berkesinambungan. Dari ayat pertama hingga ayat keempat menyinggung tentang kebesaran Allah subhanahu wata’ala. Ayat pertama berbicara tentang Allah sang Maha Pengasih Maha Penyayang. Ayat kedua menjelaskan bahwa Allah adalah Tuhan semesta alam. Dilanjutkan dengan ayat ketiga, yaitu penyebutan akan ke-Maha Pengasih dan Maha Penyayang-an Allah. Ayat ketiga ini untuk menangkis prasangka bahwa Allah itu berkuasa dan bersifat otoriter. Mengapa demikian? Karena dalam ayat kedua Allah berfirman yang artinya ‘Tuhan semesta alam’. Tak terbayangkan betapa berkuasa Allah terhadap alam ini. Oleh karena itulah Allah membuang segala prasangka tersebut dengan firman-Nya yang artinya ‘Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang’ (tanpa kata sambung ‘lagi’).
Berlanjut ke ayat keempat yang artinya ‘Yang menguasai hari pembalasan’. Untuk apakah penyebutan ‘hari pembalasan’ dalam ayat ini? Jawabannya adalah untuk penyeimbang dalam ayat kedua yang menyebutkan ‘semesta alam’, bahwa ada alam lain setelah alam dunia ini. Artinya, ayat ini sebagai pengingat bahwa kita hidup melalui beberapa fase alam. Fase alam tersebut tidak hanya berupa alam dunia yang kita huni sekarang, namun ada ‘hari pembalasan’, hari setelah alam dunia ini hancur.
Sampai di sini kita masih bisa melihat kesinambungan (munasabah) antarayat. Lantas kenapa bunyi ayat selanjutnya terkesan tidak sinkron? Manusia sebagai ‘abd di dunia, dalam rangka tujuannya untuk menghadapi ‘hari pembalasan’ tentu mustahil jika hanya mengandalkan daya dan upayanya sendiri. Segala hal yang diperbuat oleh manusia merupakan kehendak Allah. Maka sudah sepantasnya dalam menghadapi ‘hari pembalasan’  manusia menyembah dan memohon pertolongan kepada-Nya, ‘Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan’.
Apakah hanya cukup dengan menyembah dan memohon pertolongan? Tentu tidak. Karena di akhir surat, Allah memberikan petunjuk kepada manusia untuk berdoa kepada-Nya, ‘Tuntunlah kami menuju jalan yang benar’.
Subhanallah! Sungguh indah apabila kita  mampu menyingkap hubungan (munasabah) dalam Alquran. Di atas hanyalah sekelumit tentang satu surat dari seratus empat belas surat. Pun itu hanya menyebutkan munasabah antar ayat. Belum lagi munasabah antarkalimat yang terkandung dalam setiap ayatnya. Subhanallah! Sungguh mukjizat Alquran akan tampak jika kita mampu memahaminya.

Akhirnya, penulis dalam buku Diskursus Munasabah Alquran dalam Tafsir Al Mishbah menyimpulkan metode umum yang digunakan Quraish Shihab dalam menampilkan munasabah antarayat hingga antarsurat dalam tafsirnya, Al Mishbah.
Comments
0 Comments

0 comments :

Post a Comment